Salahsatunya bisa dibuktikan dengan adanya Makam Keramat Syekh Maulana Muhammad Syafe'i atau yang lebih dikenal dengan julukan Pangeran Atas Angin yang berada di Kampung Keramat Wali RT01/RW07 Desa Cijenuk, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Selama hidupnya Sunan Gunung Jati pernah menikah dengan enam orang wanita, dan salah satunya adalah Nyimas Kawanganten. Nyimas Kawunganten adalah istri kedua Sunan Gunung Jati. Menurut Naskah Carita Parahyangan, Nyimas Kawunganten adalah anak Sang Surosowan, adapun tokoh Sang Surosowan sendiri merupakan anak Prabu Siliwangi dengan Kentring Manik Mayang Sunda. Sang Surosowan juga merupakan adik kandung dari Sang Surawisesa Prabu Surawisesa Raja Pakuan Pajajaran Pengganti Prabu Siliwangi. Sementara itu, menurut Naskah Mertasinga Nyimas Kawanganten adalah anak Permadi Puti, yaitu anak Prabu Siliwangi yang menjadi raja di Kerajaan Cangkuang, salah satu kerajaan bawahan Pajajaran. Menurut Carita Parahyangan, Sang Surosowan menjadi Pucuk Umun Raja Daerah di Banten, dia mempunyai dua anak, yaitu Arya Surajaya dan Nyimas Kawunganten. Anak laki-lakinya kelak menjadi Pucuk Umun Banten pengganti ayahnya, sementara adiknya menikah dengan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung JatiMenurut Naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Sunan Gunung Jati menikah dengan Nyimas Kawunganten terjadi pada tahun 1475, selanjutnya pada tahun 1577 keduanya dianugerahi seorang anak perempuan yang diberi nama Ratu Winahon. Dua tahun selepas itu, yaitu pada tahun 1579 Nyimas Kawunganten melahirkan anak laki-laki. Anak tersebut diberi nama Maulana Hassanudin, putra ini juga dikenal dengan nama Pangeran Sebakingkin. Ratu Winahon, anak pertama Nyimas Kawunganten kelak diperistri oleh Pangeran Atas Angin Muhamad Al-Minangkabawi anak dari Sultan Pagaruyung Minakabau Sumatra Barat. Sementara Maulana Hasanuddin, anak laki-laki Nyimas Kawunganten, nantinya menjadi Sultan Banten pertama, sebelum menjadi Sultan, beliau dinikahkan dengan Ratu Ayu Kirana, anak Sultan Trenggono dari Demak. Dari perkawinan keduanya pula nantinya dilahirkan para Sultan Banten selanjutnya. Kisah mengenai Nyimas Kawunganten, Istri Sunan Gunung Jati kedua juga dapat anda simak pada Vidio berikut ini;Editor Sejarah Cirebon
Sangpangeran berasal dari Kraton Kasepuhan karena dirinya adalah putra Pangeran Martawijaya (Sultan Sepuh [SS I]). Pada saat SS I meninggal dunia di tahun 1697, permaisurinya mengirim surat diplomatik ke Batavia dan merekomendasikan agar yang menjadi suksesor tahta adalah Pangeran Aria Cirebon karena ia dianggap lebih "kompeten."
Sosok Pangeran Raja Atas Angin, jadi salah satu tokoh sentral dalam islamisasi di Jawa Barat, khususnya kawasan Priangan. Namun, saat ini tidak banyak yang mengenalnya. Sebagian yang datang ke makamnya yang berada di pelosok desa, justru datang untuk ngalap berkah atau mencari pesugihan. ***Saya paham betul, sebagian besar pembaca setia Mojok berasal dari Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Tapi, kali ini persilakan saya mengajak pembaca melipir ke Jawa Barat. Bukan pusat kota apalagi destinasi wisata hits, saya ingin membawa pembaca ke makam seorang tokoh yang sosoknya masih diperdebatkan sampai sekarang. Dari Gerbang Tol Padalarang, saya menempuh jarak sekitar 35 kilometer ke arah selatan ke sebuah desa bernama Cijenuk. Mungkin, para pembaca bertanya-tanya, “ngapain jauh-jauh ke pemakaman di kampung yang gak dikenal khalayak umum?” Tak banyak yang tahu kisahnyaSeperempat abad menjadi warga Bandung Raya, tokoh yang bersemayam di pemakaman umum ini kurang familier dari tokoh-tokoh Sunda lain. Pangeran Raja Atas Angin atau Eyang Dalem Cijenuk, nama yang bahkan nggak diketahui sejarahnya oleh generasi muda Desa Cijenuk. Padahal, beliau merupakan sosok penting di balik Islamisasi kawasan Priangan. Sebetulnya, sudah banyak media lokal maupun nasional mengulasnya. Namun, saya ingin mengajak pembaca Mojok melihat kondisi terkini petilasannya yang semakin tidak dikenali dari hari ke hari terutama Pamakaman Umum Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di tengah pemukiman dan persawahan warga, area makam seluas 2,25 hektare ini rindang oleh pohon-pohon beringin berusia ratusan tahun. Selain sunyi, auranya angker selayaknya pemakaman. Di pintu masuk utama, suasana tampak asri karena dihiasi berbagai tanaman hias. Saat saya sowan ke para pengurus. Namanya Ii Prawira Suganda dan Mochammad Buldan. “Pangeran Raja Atas Angin nami aslina nyaeta Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i” Pangeran Raja Atas Angin mempunyai nama asli Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i“Sayang, sosok dan kisahnya hanya dituturkan para sesepuh di sini Cijenuk. Parahnya, akibat kurang penelitian dan budaya literasi, masyarakat desa juga tidak banyak yang tahu ceritanya. Apalagi anak muda,” lanjut Ii yang biasa dipanggil Apa atau Eyang oleh masyarakat setempat.“Dulu, juru kunci makam dipegang almarhum bapak saya. Tahun 80-an, karuhun sesepuh menemukan silsilah Pangeran Raja Atas Angin di Cirebon. Beliau putra Sultan Anom IV Muhammad Chaeruddin dari selir. Beliau Sultan Anom IV Sultan Kanoman dari tahun 1798 sampai 1803. Jadi, Pangeran Raja Atas Angin teh keturunan kesembilan Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati. Pemangku silsilah Kesultanan Kanoman juga datang ke makam buat tirakat, memastikan siapa yang dimakamkan di sini,” terang Apa Sultan Ageng Tirtayasa?Apa Ii melanjutkan belum lama ini, ada orang datang ke pemakaman, ngakunya mantan pegawai Dirjen Haji. Ia mengatakan kalau Pangeran Raja Atas Angin teh asalnya dari Banten. Di dokumen yang beliau bawa, nama Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i ternyata saudara kandung Syekh Maulana Mansyur Cikaduen. “Katanya, mereka berdua putranya Abu al-Fath Abdul-Fattah Sultan Ageng Tirtayasa yang memerintah Kesultanan Banten dari tahun 1651 hingga 1683 Masehi.”Entah dari Cirebon atau Banten, toh dua kesultanan tersebut memang bersaudara yang berasal dari satu leluhur, yakni Sunan Gunung Jati. Mungkin, konflik masa lampau yang bertahan hingga kini di Kanoman dan Kasepuhan mengakibatkan tumpang-tindih silsilah.“Yang penting, Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i punya jasa besar dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. Beliau putra mahkota yang mau ikhlas berdakwah di bawah tekanan Belanda,” Apa Ali. Menurutnya jejak syiar Islamnya meliputi wilayah Pandeglang-Banten, Bogor, Surade-Sukabumi, Cianjur, Cisewu-Garut, dan terakhir di kawasan selatan Bandung Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ informasi, saat ini, daerah itu dikenal sebagai Kecamatan Cihampelas, Cililin, Cipongkor, Sindangkerta, Gununghalu, dan Rongga. Dari beberapa warga Cipongkor yang mengetahui sejarah, nama-nama tempat di kawasan itu berkaitan dengan syiar sang pangeran. Selain agama, peranannya membekas di sektor pendidikan, budaya, dan yang saya sebutkan di atas dijuluki “Kota Santri” dan “Pabrik Haji”. Hal itu dikarenakan terdapat banyak pesantren, terutama salaf yang menjadi tujuan santri Bandung Raya belajar agama. Masyarakat di kawasan itu pula paling rajin menunaikan ibadah haji. Ramai peziarahSaat berziarah, Anda gak hanya mendapati petilasan Pangeran Raja Atas Angin dan ribuan makam warga. Di sini juga bersemayam istri sang pangeran, yakni Nyimas Rangga Wuluh, beserta putri mereka, yaitu Nyimas Rangga Wulan dan Nyimas Rangga Wayan. Ada pula tiga makam yang diyakini sebagai pendamping Syekh Maulana Raden Muhammad Syafe’i dalam berdakwah. Mereka adalah Eyang Jaga Wulan, Eyang Jaga Raksa, dan Eyang Jaga dikelola swadaya dari kantong pribadi pengurus dan peziarah, fasilitasnya sudah jauh lebih baik dan nyaman. Terdapat ruang majelis di depan makam utama yang bisa menampung peziarah. Kompleks Pemakaman Umum Desa Cijenuk yang juga dikenal sebagai Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin memiliki infrastruktur lengkap yang dibangun berkala. Antara lain, masjid al-Karomah, balai perkumpulan, kantor pengurus yayasan, toilet, tempat wudhu, area parkir, dan warung. Gak hanya berkunjung setiap hari, peziarah dapat mengikuti pengajian mingguan yang diadakan setiap malam Senin dan Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha, puncak ziarah terjadi di bulan Rabiul Awwal. Acara haul tahunan atau dikenal sebagai tradisi “Muludan” itu dibimbing langsung para tokoh agama dan masyarakat terkemuka. Salah satunya oleh perwakilan sesepuh Kesultanan Kanoman tujuan ngalap berkah hingga pesugihanNamun, seperti makam keramat’ lainnya, petilasan Pangeran Raja Atas Angin pun tak lepas dari aksi nyeleneh para peziarahnya. Entah bagaimana, beliau dianggap sebagai tujuan “ngalap berkah” atau pesugihan bagi orang yang menginginkan materi duniawi secara al-Karomah Situs Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin. Noorciptaning Suciati/ di musim Pemilu, banyak calon anggota dewan dan kepala daerah bersemedi atau bertapa agar tujuannya tercapai. “Seorang wali Allah SWT tidak akan menyesatkan orang-orang. Jika berziarah, cukup berdoa kepada Sang Khalik dan mendoakan sang wali karena kebaikannya dalam berdakwah,” kata Apa Cagar Budaya Pangeran Raja Atas Angin berlokasi di Desa Cijenuk, RT/RW 07/07, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat. Bagi Anda yang ingin berkunjung, lebih baik menggunakan kendaraan pribadi karena sulitnya transportasi umum menuju desa. Tenang, meski berada di pelosok, lokasinya mudah ditemukan karena terdapat papan penunjuk jalan saat memasuki kawasan Alun-alun lupa menikmati bala-bala hangat dan secangkir kopi panas yang tersedia di warung depan masjid al-Karomah. Kudapan dan minuman tersebut sangat pas dengan udara sejuk Desa Cijenuk, apalagi jika Anda berziarah malam-malam atau kala musim Noorciptaning Suciati Editor Agung PurwandonoBACA JUGA Situs Patirtaan Ngawonggo Menghadirkan Wisata Gratis Sekaligus Jamuan Makan Sepuasnya dan reportas menarik lainnya di rubrik diperbarui pada 28 Januari 2023 oleh Agung Purwandono PangeranPasarean menjadi Dipati Cirebon I pada tahun 1528 atas nama ayahnya ketika Syarif Hidayat sedang berkeliling Tatar Sunda menyebarkan agama Islam. Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Nyawa, putri Raden Patah, janda dari Pangeran Gung Anom dan memiliki anak yaitu: II.6.1. Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi berputra - Pangeran Walangsungsang lahir 1423 - Lara Santang lahir 1426 - Raja Sangara lahir 1428 - Sanghiyang Surawisesa - Sang Surasowan A. Pangeran Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman pendiri kerajaan Islam pertama di Tatar Sunda yang bernama Nagara Agung Pakungwati Cirebon. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Indang Geulis, putri Ki Gedeng Danuwarsih, memiliki anak yaitu 1. Nyai Pakungwati b. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Riris atau Nyai Kancanalarang, putri Ki Danusela atau Ki Gedeng Alang-alang memiliki anak yaitu 2. Pangeran Cerbon atau Pangeran Carbon yang lahir tahun 1454. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Retna Rasajati, putri Maolana Ibrahim Akbar atau Syekh Maulana Jatiswara dari Campa memiliki anak yaitu 3. Nyai Laraskonda 4. Nyai Lara Sajati 5. Nyai Jatimerta 6. Nyai Jamaras 7. Nyai Mertasinga 8. Nyai Cempa 9. Nyai Rasamalasih B. Lara Santang atau Syarifah Mudaim menikah dengan Maolana Sultan Mahmud atau Syarif Abdullah dari Mesir, memiliki anak yaitu 1. Syarif Hidayatullah 2. Syarif Nurullah C. Raja Sangara atau Haji Mansur menikah dengan Nyai Kalimah atau Nyai Gedeng Kalisapu dari Campa. D. Sanghiyang Surawisesa melanjutkan tahta Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran hingga wafatnya pada tahun 1535 M. Prabu Sanghiyang Surawisesa ini yang membuat Prasasti Batutulis Bogor. Putranya yaitu 1. Prabu Ratu Dewata, wafat tahun 1543 M. E. Sang Surasowan, menjadi Bupati Banten Pesisir, memiliki anak yaitu 1. Sang Arya Surajaya, mewarisi tahta Banten Pesisir. 2. Nyai Kawung Anten, menikah dengan Syarif Hidayatullah. I. Syarif Hidayatullah atau lebih dikenal dengan gelar Sunan Gunung Jati dilahirkan di Mekah pada tahun 1448. Pada tahun 1470 tiba di Cirebon dan menjadi Sinuhun Cirebon ke- II menggantikan uaknya Pangeran Cakrabuwana pada tahun 1479. Wafat pada tahun 1568 pada usia 120 tahun. a. Dari istrinya yang bernama Nyai Babadan wafat tahun 1477 putri Ki Gedeng Babadan yang dinikahi pada tahun 1471, anaknya meninggal saat masih kecil. b. Dari istrinya yang bernama Nyai Kawung Anten yang dinikahi pada tahun 1475, memiliki anak Ratu Winaon lahir tahun 1477 yang nantinya bersuamikan Pangeran Atas Angin atau Pangeran Raja Laut. Pangeran Sebakingkin atau Maulana Hasanuddin lahir tahun 1478 yang nantinya menjadi penguasa Banten pada tahun 1522. c. Dari istrinya yang bernama Nyai Pakungwati putri Pangeran Cakrabuwana, uaknya, yang dinikahi pada tahun 1478 tidak diketahui berputra. d. Dari istrinya yang bernama Ong Tien wafat tahun 1488, putri Tionghoa yang dinikahi pada tahun 1481 memiliki seorang putra yang meninggal ketika baru lahir di Luragung e. Dari istrinya yang bernama Syarifah Baghdad, adik Maolana Abdurrahman Bagdadi atau dikenal sebagai Pangeran Panjunan, mempunyai anak yaitu Pangeran Jayakelana lahir tahun 1486 dan wafat tahun 1516 yang nantinya menikah dengan Ratu Pembayun putri Raden Patah. Ratu Pembayun setelah Pangeran Jayakelana wafat menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Gung Anom atau Pangeran Bratakelana atau Pangeran Sedang Lautan lahir tahun 1488 dan wafat tahun 1513 di laut Gebang yang nantinya menikah dengan Ratu Nyawa putri Raden Patah. f. Dari istrinya yang bernama Nyai Tepasari, putri Ki Gedeng Tepasan dari Majapahit, memiliki anak yaitu Nyai Ratu Ayu lahir tahun 1493 yang nantinya menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, Sultan Demak kedua, dan setelah Pangeran Sabrang Lor wafat, menikah lagi dengan Pangeran Pasai atau Ki Fadhillah. Pangeran Mohammad Arifin atau Pangeran Pasarean lahir tahun 1495 dan wafat tahun 1552 di Demak yang menikah dengan Ratu Nyawa, janda kakaknya, Pangeran Gung Anom atau Pangeran Sedang Lautan. g. Dari istrinya yang bernama Nyai Gedeng Sembung atau Nyai Ageng Sampang atau Nyai Gede Kancingan, tidak diketahui memiliki anak. h. Dari istrinya yang bernama Nyi Mas Rarakerta, putri Ki Gedeng Jatimerta memiliki anak yaitu Bung Cikal Nyai Ratu Ayu menikah dengan Pangeran Sabrang Lor pada tahun 1511, namun Pangeran Sabrang Lor wafat pada tahun 1521 dengan tidak berputra. Kemudian Ratu Ayu bersuamikan Ki Fadhillah pada tahun 1524. Dari perkawinan ini Ratu Ayu memiliki anak yaitu Ratu Wanawati Raras yang lahir tahun 1525 Pangeran Pasarean menjadi Dipati Cirebon I pada tahun 1528 atas nama ayahnya ketika Syarif Hidayat sedang berkeliling Tatar Sunda menyebarkan agama Islam. Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Nyawa, putri Raden Patah, janda dari Pangeran Gung Anom dan memiliki anak yaitu Pangeran Kesatriyan yang lahir tahun 1516. Pangeran Losari yang lahir tahun 1518. Pangeran Sawarga atau Pangeran Sindang Kempeng yang lahir tahun 1521 dan wafat tahun 1556. Nyai Ratu Emas yang lahir tahun 1523. Pangeran Santana Panjunan yang lahir tahun 1525. Pangeran Weruju atau Pangeran Suryanagara yang lahir tahun 1550. Pangeran Sawarga bin Pangeran Pasarean menikah dengan Ratu Wanawati Raras binti Fadhillah, memiliki anak yaitu Ratu Ayu Sakluh yang lahir tahun 1545. Pangeran Emas atau bergelar Panembahan Ratu yang lahir tahun 1547 dan wafat tahun 1649. Pangeran Manis yang lahir tahun 1548. Pangeran Wirasuta yang lahir tahun 1550. Panembahan Ratu atau Pangeran Emas dua kali menikah. a. Dari Ratu Harisbaya tidak memiliki anak, dicerai kemudian Ratu Harisbaya menikah dengan Pangeran Geusan ulun dari Sumedang. b. Dari Ratu Lampok Angroros, putri Sultan Pajang Jaka Tingkir pada tahun 1571, memiliki anak yaitu Pangeran Seda Blimbing yang lahir tahun 1571. Pangeran Arya Kidul yang lahir tahun 1572. Pangeran Wiranagara yang lahir tahun 1573. Ratu Emas yang lahir tahun 1575. Pangeran Sedang Gayam yang lahir tahun 1578. Pangeran Singawani yang lahir tahun 1581. Pangeran Sedang Gayam menjadi Dipati Cirebon II dan menikah dengan seorang putri Mataram, memiliki anak yaitu; Ratu Putri Raden Putra dan bergelar Panembahan Girilaya yang lahir tahun 1601 dan wafat di Girilaya pada tahun 1662. Panembahan Girilaya memiliki dua istri. a. Dari istri pertamanya putri Amangkurat I dari Mataram memiliki anak yaitu Pangeran Martawijaya yang menjadi Sultan Sepuh I dengan gelar Sultan Sepuh Abil Makarim Syamsuddin. Pangeran Kartawijaya yang menjadi Sultan Anom I dengan gelar Sultan Anom Abil Makarim Badriddin. Pangeran Wangsakerta yang menjadi Panembahan Cirebon I atau Panembahan Agung, disebut juga Panembahan Gusti. b. Dari istri kedua memiliki anak yaitu; Panembahan Katimang Pangeran Raja Giyanti. Inilahyang kemudian membuat masyarakat menjulukinya sebagai Pangeran Raja Atas Angin. Gelar Pangeran Raja dikarenakan Syaikh turunan Kesultanan Cirebon, sementara Atas Angin dikarena dapat berpindah tempat dalam satu waktu. Kembali ke situs di atas. Setiap hari terdapat 100-200 peziarah datang.

Tantas palavrasMeias palavrasNosso apartamentoUm pedaço de SaigonMe disse adeusNo espelho com batomVai minha estrelaIluminandoToda esta cidadeComo um cĂ©uDe luz neonSeu brilho silenciaTodo somÀs vezesVocĂȘ anda por aĂ­Brinca de se entregarSonha pra nĂŁo dormirE quase sempreEu penso em te deixarE Ă© sĂł vocĂȘ chegarPra eu esquecer de mimAnoiteceu!Olho pro cĂ©uE vejo como Ă© bomVer as estrelasNa escuridĂŁoEspero vocĂȘ voltarPra SaigonTantas palavrasMeias palavrasNosso apartamentoUm pedaço de SaigonMe disse adeusNo espelho com batomVai minha estrelaIluminandoToda esta cidadeComo um cĂ©uDe luz neonSeu brilho silenciaTodo somÀs vezesVocĂȘ anda por aĂ­Brinca de se entregarSonha pra nĂŁo dormirE quase sempreEu penso em te deixarE Ă© sĂł vocĂȘ chegarPra eu esquecer de mimAnoiteceu!Olho pro cĂ©uE vejo como Ă© bomVer as estrelasNa escuridĂŁoEspero vocĂȘ voltarPra Saigon

Padatahun 1706, Belanda memutuskan untuk mengangkat Pangeran Arya Cirebon (putera kedua dari Sultan Sepuh 1 Syamsudin Martawijaya) sebagai pengawas bupati-bupati di wilayah Cirebon-Priyangan dengan tujuan agar hasil bumi di wilayah tersebut dapat dengan mudah dikumpulkan dan dibawa ke Cirebon untuk kepentingan Belanda, pengangkatan tersebut juga bertujuan agar kedudukan Pangeran Arya Cirebon menjadi terpandang walau dia bukanlah seorang sultan.

Pangeran Pasarean yang mempunyai nama asli Pangeran Muhamad Arifin dalam sejarah Cirebon disebut sebagai salah satu anak Sunan Gunung Jati yang cukup ternama, beliau merupakan anak Sunan Gunung Jati dari Rara Tepasan, Putri dari kerajaan Majapahit. Rara Tepasan merupakan satu-satunya wanita Jawa yang dinikahi oleh Sunan Gunung Jati, selain itu Rara Tepasan juga dikisahkan sebagai wanita yang paling cerdas dalam tata kelola keraton, mengingat Rara Tepasan merupakan Putri dari Ki Ageng Tepasan yang dahulu dididik di Istana Kerajaan Majapahit, oleh karena itu ia sangat akrab dengan tata kelola keraton. Baca Juga Rara Tepasan, Istri Sunan Gunang Jati Yang Mengubah Adat-Istiadat Sunda Dalam Keraton Cirebon Pangeran Pasarean merupakan anak bungsu dari Rara Tepasan, ia mempunyai kakak perempuan yang bernama Ratu Ayu Wanguran. Kakak perempuana satu-satunya itu kelak menikah dengan Pangeran Sabrang Lor, atau Pati Unus yang kemudian menjabat sebagai Sultan Demak ke II. Selama hidupnya, Pangeran Pasarean pernah menikah dua kali, yaitu dengan Ratu Dewi anak dari Ki Arya Kedung Soka, dan menikah dengan Ratu Nyawa, anak Pangeran Trenggono, Sultan Demak ke tiga. Dengan Ratu Dewi Pangeran Pasarean tidak dikaruni anak, akan tetapi pernikahannya dengan Ratu Nyawa dikaruniai 6 orang anak, yaitu Pangeran Kasatrian Pangeran Panembahan Losari Pangeran Sedang Kemuning/Swarga Berjuluk Dipati Carbon I Ratu Bagus Ratu Mas Tuban Pangeran Raju Dalam sejarah Cirebon, Pangeran Pasarean merupakan putra mahkota, ia diangkat menjadi putra mahkota setelah kakak tirinya Pangeran Bratakelana yang kala itu menjabat sebagai Putra Mahkota wafat dibunuh oleh perompak ditengah laut. Baca Juga Pangeran Bratakelana, Putra Sunan Gunung Jati Yang Wafat Tragis Ratu Nyawa sendiri pada mulanya merupakan istri kakaknya, akan tetapi selepas kewafatan kakanya, ia diperintahkan oleh Sunan Gunung Jati untuk mengawini janda kakaknya, tujuannya agar hubungan antara Cirebon dan Demak terus terjalin dengan direncanakan akan dijadikan Sultan Cirebon pengganti Sunan Gunung Jati, tapi rupanya Pangeran Pasarean wafat mendahului ayahnya, beliau wafat karena sakit di Demak. Sementara dalam versi lain beliau wafat terbunuh oleh Arya Penangsang karena membela Sunan Prawoto. Latar belakang tragedi terbunuhnya Pangeran Pasarean, diawali terbunuhnya Sultan Trenggono, oleh bocah pengiringnya, ketika mengadakan penyerangan ke Pasuruan. Kemudian, terjadilah huru hara di kalangan kerabat keraton Kesultanan Demak. Calon pengganti Sultan Trenggono adalah puteranya, Sunan Prawoto. Kekosongan tahta Demak, dimanfaatkan oleh Arya Penangsang, Bupati Jipang, putera Pangeran Sekar putera Raden Patah. Pangeran Sekar, adalah tokoh yang dibunuh oleh Sunan Prawoto, untuk memperlancar kenaikan tahta ayahnya, Sultan Trenggono. Atas restu gurunya, Sunan Kudus, Jipang menyerang Demak, dan Prawoto tewas di tangan Arya Penangsang. Pangeran Hadiri suami Ratu Kalinyamat, adiknya Prawoto, tewas pula. Pada saat peristiwa itu terjadi, putera mahkota Cirebon, Muhammad Arifin Pangeran Pasarean, sedang berada di Demak, ia pun tewas di tangan Arya Penangsang, karena berupaya membela Prawoto. Peristiwa itu sangat melukai hati Susuhunan Jati Cirebon. Sebelum menikah dengan janda kakanya, Pangeran Pasarean mulanya ditugaskan oleh Sunan Gunung Jati sebagai penjaga tapal batas Kesultanan Cirebon dengan Rajagaluh, akan tetapi selepas kematian kakaknya Pangeran Pasarean kemudian pindah ke Demak untuk mengabdi disana hingga kewafatannya. Baca Juga Keturunan Sunan Gunung Jati Dari Istri-IstrinyaPenulis Bung FeiEditor Sejarah Cirebon

.
  • vph8v83b8y.pages.dev/145
  • vph8v83b8y.pages.dev/956
  • vph8v83b8y.pages.dev/813
  • vph8v83b8y.pages.dev/176
  • vph8v83b8y.pages.dev/708
  • vph8v83b8y.pages.dev/669
  • vph8v83b8y.pages.dev/788
  • vph8v83b8y.pages.dev/192
  • vph8v83b8y.pages.dev/469
  • vph8v83b8y.pages.dev/673
  • vph8v83b8y.pages.dev/669
  • vph8v83b8y.pages.dev/362
  • vph8v83b8y.pages.dev/406
  • vph8v83b8y.pages.dev/551
  • vph8v83b8y.pages.dev/706
  • pangeran atas angin cirebon